Di era digital yang serba cepat ini, banyak orang merasa lelah secara emosional walaupun secara fisik mereka tidak melakukan aktivitas berat. Fenomena ini dikenal sebagai “emotional exhaustion”, kelelahan yang timbul dari tekanan mental, sosial, dan emosional yang menumpuk dari waktu ke waktu.
Salah satu penyebab utamanya adalah paparan informasi yang terus-menerus. Setiap hari, kita dibanjiri berita, notifikasi, dan konten media sosial yang tak ada habisnya. Tanpa disadari, otak kita terus-menerus bekerja menyaring, memproses, dan merespons informasi-informasi tersebut, yang akhirnya menguras energi emosional.
Faktor lainnya adalah beban empati, terutama ketika kita terpapar isu-isu sosial, bencana, atau konflik dunia yang seolah menuntut perhatian dan kepedulian kita. Meskipun kita tidak terlibat langsung, rasa empati yang berlebihan terhadap penderitaan orang lain bisa membuat kita merasa hampa dan tidak berdaya.
Selain itu, keterasingan sosial juga memegang peran penting. Meski kita terhubung secara digital, hubungan sosial yang dangkal dapat membuat seseorang merasa kesepian. Kesepian ini bukan sekadar masalah pribadi, tapi berdampak langsung pada kesehatan mental dan emosional.
Untuk mengatasinya, penting bagi kita untuk menetapkan batas digital, mengatur waktu istirahat dari layar, dan menciptakan ruang untuk koneksi yang lebih bermakna secara offline. Menjaga keseimbangan antara informasi, koneksi sosial, dan waktu untuk diri sendiri adalah kunci agar tidak mudah lelah secara emosional.